Antara Senja dan Malam


Disaat teruna-teruna bukit jimbaran asik membuat ogoh-ogoh. Sebagai persiapan menyambut hari raya Nyepi. Yang nantinya akan diarak menuju segara(laut), diputar-putar dulu di perempatan atau dimana pun ada tempat yang enak buat memutar ogoh-ogoh itu. Aku dan Henny pulang dari KFC Jimbaran. Menyusuri jalanan naik turunnya bukit setelah lelah ngenet. Gag lelah sebenernya, hanya saja waktu selalu saja berhasil jadi pembatas dan pengingat. Henny harus ke rumah Ika,teman sekelasnya, untuk membuat tugas dan hari pun memang sudah meremang senja.
Awan membentuk rupa lucu di muramnya langit ketika di tengah jalan henny berkata, “jangan nyari jalan bergelombang, aku pingin pup.”

Haha.
Ada pikiran nakal saat ditanjakan bertemu dengan sebuah mobil yang sulit sekali disalip dari arah manapun. Di posisi sebelah kanan mobil itu, beberapa senti dari pinggir jalan, lucu juga bila ku terobos pinggiran jalan berbatu ini, getarannya yang pasti akan sangat terasa tentunya membuat suasana menjadi tambah seru. Henny yang berusaha bertahan dari masalahnya itu sejak awal kami ngenet di KFC akan terguncang. Terbayang gag cuma angin kejebit yang keluar tapi temen-temennya juga bakal ikut berpartisipasi. Kentut cs. akan terburai, berserakan tanpa daya, ,merembes dari asalnya, bagai katak keluar dari tempurungnya.
Namun hal ini cukup menguap jadi ide jahatku saja. Hehehehehe.Cewekku terlalu lucu untuk mengalami hal itu. Aku sayang kamu, sayang..
Seperginya dia, setelah membersihkan diri dan sembahyang (ku lupa kalau hari ini Kajeng Kliwon) jadi cuma sembahyang biasa aja, bergegas aku pergi nyari lauk untuk teman nasi merah, menu makan malam ini. Warung “Bu Judes” (ini bukan nama asli warungnya) menjadi pilihan pemuas nafsu lapar. Dulu tampang penjualnya serem banget, dengan mata segaris, jangan deh ngarep kamu bisa liat senyum dari bibirnya yang gag kalah segaris itu. Apalagi kalau beli nasi dan maem disana tapi kita hanya mintak air putih! Wah, bisa makin menggila. Seakan gelas wadah minum ingin dimasukkan langsung ke mulut kita!
Namun akhir-akhir ini dia berubah baik. Lebih ramah. Sering senyum. Gampang ketawa dan basa-basi. Apa dia sudah berhasil memasukkan gelas ke mulut pembeli? Kasian banget orang malang itu.
Bukan itu kok alesannya dia berubah. Dia sekarang didampingi anaknya. Gag cuma ama suaminya kayak dulu lagi. Btw, beneran gag sih itu suaminya dan itu anaknya. Penampilan mereka antara pembantu dan pemilik beda-beda tipis. Dan kalau itu anaknya, kenapa dia kesini? Berharap dapet jodoh dari salah satu pelanggan ibuknya?
Tapi bukan itu juga alasan aku beli lauk disini. Yang paling nampol itu adalah perubahan rasa masakannya terutama cap cay. Makin gurih, jak! Makanya jadi nagih beli disana. Murah lagi, cuma 5ribu perak! Bersahabat lah dengan kantong rombeng mahasiswa kos.
Saat menunggu pesanan dateng, ketemu temen lama juga disana. Dia beli nasi goreng (aku mesen apa ya?). Penampilannya telah jauh berbeda dari dulu yang ku kenal (ku gag tau namanya). Ku kenal dari seniorku di Kimia. Sekarang dia jenggotan, kumisan, dan sedikit tidak terurus. Dengan baju batiknya terbalut jaket, dia menyapa. Ternyata dia baru pulang dari selesai ngajar. Dia bilang, senang bisa membuat orang yang dari gag bisa jadi ngerti. Kita pun bisa belajar juga dari itu. Terjadi proses sharing dan saling belajar.
Dem. Itu yang kulupakan. Aku juga ngajar. Tapi selama ini aku hanya menyalin ulang materi di bukunya. Sama sekali gag nambah ilmu si anak. Saat dia gag ngerti, minta dijelasin, aku hanya berjanji akan mencari tahu di internet, tapi sampai sekarang belum ku kasi. Ok, aku pasti bisa berubah. Yeah.
Ku balas ucapan selamat tinggalnya dan ku pun hanya bisa menatap kepergiannya. Nasi goreng emang lebih cepet dibuat dari…aku mesen apa ya..oh ia,cap cay.
Sambil mencoba meresapi perkataannya ku amati sekeliling warung ini. Berada di daerah pasar sengol. Diapit penjual VCD (bajakan) dan outlet (atau warung) jamu. Perhatianku terpaku ke seberang jalan. Pada sebuah bangunan di sebelah bengkel yang tutup dan konter hape yang lagi dikunjungi pelanggan. Toko Baju. Tampak para pegawainya, gadis remaja seumuran anak SMA, mulai berkemas menutup toko. Menurutku usaha toko baju di daerah bukit ini gag punya prospek bagus. Apalagi dengan sistem dagang serta strategi iklan yang seadanya, itu sama saja merugi. Gag tau gimana kisah mereka saat Bali masih banyak dikunjungi wisatawan sebelum bom Bali, namun untuk masa kini, usaha itu gag “koheren”.
Kini aku sudah ada di dalam kamar. Berhadapan dengan semua menu malam ini yang tertata rapi (versiku). Saatnya makan..!.
IEK! Cuih! Cap cay apa nie!! Kayak Sayur Ijo!!! Hambar. Tawar. Kuah gag kental.
Ku tarik lagi dah perkataan baikku tentang Ibuk JUTEK itu.

0 bukan komentar (biasa):

Post a Comment

Jangan lupa cek twitter saya @tukangcolong
Dan channel YOUTUBE saya di
SINI